Problematika Sampah dan Nestapa Yang Kita Peroleh

  • Sampah menjadi salah satu penyebab paling fatal berbagai kerusakan yang terjadi, mulai dari lingkungan hingga kepada mahluk hidupnya.
  • Mikroplastik yang berasal dari sampah plastik akan memberikan dampak buruk bagi berbagai mahluk hidup sebab ukurannya yang kecil dan sulit dikenali oleh berbagai hewan yang ada di laut.
  • Sampah dapat menjadi penyebab stunting pada anak sebab gizi pada ikan yang dikonsumsi dapat ternodai akibat mikroplastik yang terdapat pada tubuhnya.
  • Negara perlu mengeluarkan kebijakan yang tepat terhadap penanganan sampah, bukan dengan inisiasi yang terlihat instan: melakukan penumpukan dan pembakaran saja.

“If it can’t be reduced, reused, repaired, rebuilt, refurbished, refinished, resold, recycled, or composted, then it should be restricted, designed or removed from production.”

2008 lalu, lirik tersebut dikumandangkan oleh Pete Seeger, sosok peraih The Peace Abbey Courage of Conscience Award.  Hal itu dia peroleh sebab komitmennya terhadap perdamaian dan keadilan sosial sebagai musisi, penulis lagu, aktivis, dan pencinta lingkungan yang membentang lebih dari enam puluh tahun.

Balutan lirik tersebut rasa-rasanya agak sulit untuk dilupakan dan bahkan seakan hadir dengan lebih menggerogoti, terlebih ketika kita melihat beragam persoalan mengenai limbah ataupun sampah yang kita hadapi saat ini. Di Yogyakarta saja, telah banyak terjadi perbuatan yang cukup frustasi terhadap sampah ini.

Terbaru melalui liputan yang dilakukan Kompas.com, Pak Maryono selaku perwakilan masyarakat sekitar TPST Piyungan, mengatakan, pada waktu-waktu tertentu, panjang antrean truk pengangkut sampah bisa 1,5 kilometer. Saat kondisi ramai, satu truk butuh waktu 4-5 jam untuk bongkar sampah di TPST Piyungan.

Dimana hal tersebut kemudian mengganggu mobilitas warga disebabkan banyaknya kendaraan pengangkut sampah yang berhenti di pinggir jalan untuk antri.

Sampah

 

Antrian Truk Pada TPST Piyungan. Foto: Harian Jogja

Meski begitu patut diperhatikan lebih jauh tentunya keresahan dari warga sekitaran TPST Piyungan tersebut miliki, bisa dibayangkan bagaimana rumit dan runyam nya hal tersebut.

Bukan hanya macet, tapi setiap hari menciumi bau-bau sampah yang jelas-jelas bukan sampah yang mereka buang. Belum lagi menghitung dampak kesehatan yang diberikan.

Dikutip dari theworldcounts.com, terdapat 2,12 miliar ton limbah telah dibuang pada planet ini setiap tahunnya. Jika semua limbah ini diletakkan di truk, maka mereka akan berkeliling dunia sebanyak 24 kali.

Meninjau lebih luas, tak bisa dipungkiri memang bahwasanya Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua sebagai produsen sampah terbanyak di dunia, berada satu peringkat dibawah China.

Hal ini tentunya tak mengherankan dan logis mengingat Indonesia merupakan satu dari 5 negara terpadat di dunia.

Lantas melihat perkembangan yang terjadi saat ini, dilansir dari The Asean Post: Scavengers collect valuable waste at Sidoarjo garbage dump in East Java, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memaksimalkan segala daya upaya yang ada untuk menangani hal tersebut.

Khususnya bagi sampah yang ada di perairan seperti sungai dan laut. Belum lagi menurut data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 6 juta ton per tahun, dimana 3,2 juta ton di antaranya adalah sampah plastik laut.

Meninjau dari laporan tersebut, tak salah bila fokus untuk membersihkan sampah di area sungai dan laut menjadi hal yang sangat dikejar oleh pihak pemerintah, sebab hal tersebut diprediksi menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting.

Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan sampah plastik yang dibuang ke laut mengandung mikroplastik. Dimana jika zat tersebut dikonsumsi oleh ikan, maka akan membuat tubuh dari ikan itu sendiri menjadi tidak bergizi sehat.

Apa itu Mikroplastik

Diperoleh dari Kamus National Geoghraphic, Mikroplastik, seperti namanya, adalah partikel plastik kecil. Secara resmi, mereka didefinisikan sebagai plastik berdiameter kurang dari lima milimeter (0,2 inci).

Saat ini mikroplastik ditengarai menjadi isu bahaya di Indonesia. Sebab potongan plastik ini sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Berdasarkan laporan World Wildlife Fund International, kini tanpa disadari setiap orang berisiko menelan sekitar 5gram plastik per minggunya.

Terlebih dikarenakan ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik dapat ditemukan di mana saja. Dari perairan tropis hingga Arktik, dari pantai yang sering menjadi pusat aktivitas manusia hingga laut dalam yang masih alami.

Di Indonesia khususnya, mikroplastik dapat ditemukan pada laut, sungai, dan yang terparah: di dalam perut ikan. Fakta yang lebih pahit, ditemukan bahwa jumlah sampel ikan di Indonesia bahkan mengandung mikroplastik 5 kali lebih banyak daripada di AS.

Sampah

Mikroplastik yang ada di lautan. Foto: National Geographic Indonesia

Bahkan dikatakan bahwa mikroplastik telah ditemukan di paru-paru manusia. Ini berarti kita juga bisa menghirup mikroplastik tanpa menyadarinya.

Kita pastinya tak pernah bermaksud untuk memasukkan plastik dalam perjalanan kehidupan kita, tetapi tampaknya hal tersebut seakan tak terhindarkan – kecuali jika kita bertindak cepat untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang masuk ke lautan kita dan menyebabkan kerusakan, hingga mencemari lingkungan kita.

Inisiasi Daerah Lain

Di berbagai belahan dunia ini kita telah melihat beragam upaya yang coba dihasilkan untuk menyiasati penumpukan sampah yang berujung pada lahirnya beragam kerusakan, baik kepada lingkungan hidup maupun mahluk hidupnya.

Solusinya beragam, Eskilstuna misalnya, kota yang terletak sekitar 120 km dari Stockholm ini berupaya dengan menghadirkan pusat perbelanjaan dimana kumpulan barangnya terdiri dari produk-produk daur ulang.

Lain halnya dengan daerah skandinavia tersebut, di Ethiopia tepatnya Addis Ababa selaku ibu kota negara tersebut. Upaya yang dihadirkan cukup inovatif dan terkesan sangat bermanfaat, dimana kota tersebut memiliki PLTU yang berbahan bakar dari sampah.

Alhasil mereka bisa membakar 1.400ton sampah sehari dan mampu memberikan tenaga listrik untuk 25% penduduknya dan memberikan akses ke lebih dari 3 juta jiwa di daerah sekitar.

Beralih ke benua lain, San Francisco, salah satu kota di Amerika Serikat tersebut konon dikenal sebagai raja daur ulang — dengan kota yang mengalihkan 80% sampahnya dari tempat pembuangan sampah sejak 2013 — dengan tidak ada sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir atau sampai untuk dibakar.

Upaya tersebut berhasil sebab pada tahun 2009 lalu, San Francisco menerapkan aturan yang menjadikan daur ulang dan pengomposan sebagai persyaratan untuk semua bisnis dan tempat tinggal. Belum lagi mereka melarang barang-barang seperti kantong plastik dan styrofoam untuk digunakan pada toko-toko ritel.

Bagaimana Selanjutnya?

Dapat diyakini sampah merupakan akibat dari segala aktivitas manusia. Singkatnya, dari sejak awal kita memtuskan untuk masuk ke sebuah toko dan membeli sesuatu, maka di waktu itu juga kita telah menghasilkan sampah.

Lantas bagaimana kita mengatasi hal ini, apakah dengan tidak mengonsumsi sesuatu sama sekali? Ataukah dengan mengubah pola hidup dengan seminimal mungkin menggunakan produk yang berpotensi menjadi sampah? Atau menggalakkan berbagai kegiatan yang bisa mengubah sampah tersebut menjadi sesuatu yang ‘lebih’ bernilai?

Dari paragraf sebelumnya kita telah diberikan banyak upaya solusi yang dihadirkan oleh berbagai belahan kota di dunia ini, ada yang dengan mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi, hingga terdapat juga pemberian insentif sangat menyenangkan dari pihak pemerintah berupa uang yang melimpah atau bahkan tiket menonton jika berhasil mengumpulkan sampah.

Setidaknya dalam mengatasi persoalan sampah ini, kita bisa sampai pada kesimpulan bahwa dibutuhkan lebih dari sekedar peran invidu perorangan atau peran tunggal pemerintah saja.

Singkatnya dibutuhkan peran kolaboratif dari dua entitas tersebut. Dengan setiap individu lebih tertib lagi akan sampah yang dia hasilkan, mampu membedakan segala jenis sampah tersebut sehingga nanti dapat dengan mudah untuk diolah ataupun ditangani.

Adapun pemerintah perlu untuk menghasilkan suatu kebijakan yang utuh dan solutif atas hal ini, tidak hanya dengan mengumpulkan satu sampah tersebut di suatu tempat yang lambat laun akan menunmpuk dan memberikan efek yang sangat negatif kepada warga sekitar.

Perlu upaya segera tentunya, sebab kita telah membuat terlalu banyak sampah! Dimana semua sampah itu dimulai sebagai hal-hal yang dibuat, ditanam, atau dipanen dari bumi untuk kita beli, makan, atau gunakan.

Masalahnya adalah, jumlah barang yang kita beli dan buang tersebut, dimana kita telah kehabisan sumber daya untuk membuat semua hal yang kita butuhkan dan kehabisan ruang untuk membuang semua sampah itu.

Sebab sekali lagi, laut dan sungai bukanlah tempat yang tepat untuk membuang sampah tersebut. Dimana perilaku itu terbukti malah membahayakan masa depan, entah itu masa depan kita selaku umat manusia yang hidup saat ini, hingga manusia-manusia yang akan hidup di masa yang akan datang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *